Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai industri perbankan perlu memerhatikan akibat pasar dan akibat likuiditas di tengah tetap tingginya ketidakpastian global, seperti akibat suku bunga, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta kenaikan tensi geopolitik nan dapat berpotensi meningkatkan tekanan ekonomi domestik.
Selain itu, perbankan juga didorong untuk meningkatkan daya tahan melalui penguatan permodalan dan menjaga coverage cadangan kerugian penurunan nilai (CKPN) secara memadai.
Dalam rangka mengukur ketahanan bank, OJK meminta agar bank secara rutin melakukan stress test dan penilaian terhadap kekuatan permodalan untuk mengukur keahlian dalam menyerap potensi penurunan kualitas angsuran restrukturisasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Dian Ediana Rae menyampaikan bahwa OJK terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi dunia dan dampaknya kepada ekonomi domestik serta perbankan Indonesia. Hal tersebut dilakukan seiring dengan pengawasan perbankan secara perseorangan nan intensif dan berkepanjangan nan diharapkan bisa menjaga stabilitas sistem finansial dan perbankan Indonesia pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang.
"Selanjutnya, OJK juga meminta bank-bank agar terus memperhatikan aspek kehati-hatian (prudential banking), profesionalisme, inovatif, dan selalu menjaga integritas untuk bisa mencapai pertumbuhan nan tinggi dan sehat," katanya dalam keterangan resmi, dikutip Senin (18/11/2024).
Adapun Laporan Surveillance Perbankan Indonesia (LSPI) Triwulan II-2024 OJK menyebutkan bahwa pertumbuhan angsuran ditopang oleh segmen korporasi. Pada periode nan sama biaya pihak ketiga (DPK) menjadi salah satu penjaga likuiditas perbankan.
Dalam situasi demikian, kondisi likuditas bank umum terpantau tetap cukup memadai sebagaimana tercermin dari rasio AL/NCD dan AL/DPK masing-masing sebesar 112,33% dan 25,37%, jauh di atas threshold masing-masing 50% dan 10%.
Sementara itu, dalam perkembangan terbaru, angsuran per September 2024 tumbuh 10,85% yoy menjadi Rp7.579 triliun. Lalu DPK naik 7,04% yoy menjadi Rp8.721 triliun.
AL/NCD dan AL/DPK terpantau stagnan dibandingkan dengan posisi kuartal II-2024, ialah 112,66% dan 25,4%. Akan tetapi jika dibandingkan dengan posisi September 2023, AL/NCD turun 271 pedoman poin (bps) dan AL/DPK turun 43 bps.
(mkh/mkh)
Saksikan video di bawah ini:
Video: Cara Bank "Ubah" Kantor Cabang Saat Transaksi ATM Sepi
Next Article Jokowi Usul Restrukturisasi Kredit Diperpanjang, Begini Kata Bos OJK