Jakarta -
Standarisasi bungkusan polos, pelarangan penjualan produk tembakau dalam radius 200 meter dari sekolah, hingga pembatasan iklan produk tembakau dinilai menakut-nakuti roda perekonomian negara. Apalagi Industri Hasil Tembakau (IHT) nan menyumbang hingga Rp 213 triliun dari cukai hasil tembakau (CHT).
Pemerintah sudah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan (PP Kesehatan). Lalu ada wacana pengesahan Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan mengenai Pengamanan Produk Tembakau dan Rokok Elektronik (RPMK Tembakau) oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
"Adanya kebijakan bungkusan polos membikin downtrading bakal terjadi. Tidak ada perbedaan, pemisahan rokok satu dengan lainnya, orang bakal cari nan harganya murah saja. Di sini ada celah bagi rokok terlarangan lantaran mudah meniru bungkusan rokok legal. Saya sampaikan dampaknya secara general, ialah kehilangan sebesar Rp 213 triliun. Tanya ke Pak Prabowo, apakah mau kehilangan Rp 213 triliun?" ujar Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho, dikutip Rabu (9/10/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasil penelitian INDEF menunjukkan, akibat ekonomi nan lenyap jika penerapan ketiga pasal bermasalah tersebut mencapai Rp 308 triliun alias setara 1,5 persen dari PDB. Negara juga berpotensi kehilangan sampai Rp160,6 triliun penerimaan perpajakan, termasuk potensi tenaga kerja terdampak nan mencapai 2.293.957 masyarakat bekerja. Untuk itu, dia mendorong aturan-aturan tersebut untuk ditelaah kembali dengan memastikan pelibatan seluruh pihak, termasuk pemangku kepentingan nan terdampak.
Lebih jauh, situa...