Jakarta, CNN Indonesia --
Negara-negara Teluk Arab menyatakan netral atas eskalasi bentrok antara Iran dan Israel yang meningkat beberapa pekan terakhir.
Dalam pertemuan di Doha, Qatar, pekan lalu, negara-negara nan tergabung dalam Dewan Kerja Sama Negara Teluk Arab (Gulf Cooperation Council/GCC) menyatakan bahwa mereka tak memihak siapa pun dalam bentrok Iran dan Israel.
GCC sebaliknya meminta agar Iran dan Israel deeskalasi, demikian menurut dua sumber kepada Reuters.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu sumber mengatakan permintaan deeskalasi itu dilontarkan lantaran GCC cemas bentrok Iran dan Israel dapat menakut-nakuti akomodasi minyak negara-negara Teluk.
GCC sendiri terdiri dari Uni Emirat Arab (UEA), Arab Saudi, Bahrain, Oman, Qatar, dan Kuwait. Keenam negara ini merupakan produsen minyak di Timur Tengah.
Konflik antara Iran dan Israel memanas setelah Teheran menembakkan 200 rudal balistik hingga hipersonik ke Israel pada 1 Oktober lalu.
Iran mengeklaim serangan tersebut jawaban atas genosida Israel di Palestina dan Lebanon. Serangan itu juga diklaim jawaban atas kematian pemimpin Hamas Ismail Haniyeh dan pemimpin Hizbullah Hassan Nasrallah.
Iran sudah menyatakan bahwa serangannya ke Israel telah berhujung sejak peluncuran ratusan peluru kendali tersebut. Kendati begitu, Iran menegaskan bakal melancarkan serangan nan lebih sadis jika Israel berani membalas.
Israel sendiri sudah berjanji bakal membalas Iran. Beberapa pejabat Israel blak-blakan mengatakan kepada Axios bahwa militer kemungkinan bakal menargetkan akomodasi minyak Iran, tak terkecuali situs nuklir.
Terkait konfliknya dengan Israel, Iran sejauh ini tak menakut-nakuti bakal menyerang akomodasi minyak Teluk. Namun, Teheran memperingatkan bahwa jika "pendukung Israel" ikut campur, maka kepentingan mereka di area bakal menjadi sasaran.
Ini ditegaskan oleh Presiden Iran Masoud Pezeshkian nan datang langsung ke pertemuan di Doha.
"Setiap jenis serangan militer, teroris, alias pelanggaran terhadap garis pemisah kami bakal disambut dengan respons tegas angkatan bersenjata kami," kata Pezeshkian.
Arab Saudi merupakan eksportir minyak terbesar di Teluk Arab. Negara tersebut mempunyai riwayat rivalitas sengit dengan Iran, namun telah melakukan rekonsiliasi politik dengan Teheran dalam beberapa tahun terakhir.
Rekonsiliasi Saudi dan Iran ini telah membantu meredakan ketegangan regional, meskipun hubungan antara keduanya hingga sekarang tetap tetap kusut.
Arab Saudi juga punya riwayat menjadi sasaran serangan dan sabotase Iran. Saudi pun terus waspada terhadap kemungkinan serangan Iran terhadap akomodasi minyaknya sejak peristiwa kilang minyak di Abqaiq pada 2019.
Serangan ke akomodasi minyak Abaiq saat itu bisa menghentikan lebih dari 5 persen pasokan minyak global. Iran membantah terlibat dalam serangan tersebut.
(blq/dna)
[Gambas:Video CNN]