Jakarta, CNBC Indonesia-Anggota Komisi XI dari Fraksi PDIP Eriko Sotarduga mengaku heran dengan tekanan terhadap nilai tukar rupiah nan terjadi belakangan ini. Menurut dia, tekanan terhadap rupiah belakangan ini tidak bisa dianggap biasa-biasa saja.
"Ke depan pertimbangan kudu lebih sering, jika jaman Covid-19 kita rapat dengan BI seminggu sekali, mungkin ke depan bisa sebulan sekali, ini tidak bisa dianggap biasa-biasa saja," katanya saat rapat dengan jejeran Bank Indonesia, Senin, (24/6/2024).
"Gimana jika sampai Rp 17 ribu, sampai Rp 18 ribu, alias Rp 20 ribu, itu skenario ada nan kudu dilakukan, Bu Destry dan kawan-kawan sangat berpengalaman, apa langkah nan bakal dilakukan dalam situasi pemerintahan nan bakal berhujung dan pada transisi pemerintahan," kata dia.
Sebelumnya, rupiah mengalami tekanan terhadap dolar AS selama sepekan terakhir. Rupiah apalagi sempat menyentuh titik terlemahnya di level Rp 16.470/US$. Selain aspek global, pelemahan rupiah belakangan ini diduga terjadi akibat rumor pemerintahan Prabowo Subianto bakal meningkatkan rasio utang RI hingga 50% dari Produk Domestik Bruto.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah baru sukses menguat pada perdagangan hari ini, Senin, (24/6/2024) setelah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Sri Mulyani dan personil tim gugus tugas sinkronisasi Prabowo-Gibran, Thomas Djiwandono menggelar konvensi pers. Dalam konvensi pers itu, mereka memastikan bahwa pemerintah nan bakal datang bakal menjaga disiplin dalam pengelolaan fiskal Indonesia.
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) Primus Yustisio mengusulkan agar pembelian dolar Amerika Serikat dibatasi. Dia menduga depresiasi rupiah nan belakangan ini terjadi akibat tindakan spekulan.
"Kalau menurut saya, BI kudu tetap membikin solusi nan mungkin jika dulu terdengar seperti apa, misalnya pembatasan," kata Primus.
Dia menceritakan pengalaman pribadinya. Mantan artis kondang ini mengatakan dulu dirinya sama sekali tidak mempunyai kebutuhan untuk membeli dolar. Namun, kebutuhan itu baru muncul setelah anaknya kuliah di luar negeri. Dia menilai pelaporan tujuan pembelian dolar itu perlu dilakukan untuk menghindari spekulan.
"Apa buktinya, apa kebutuhannya, kudu dilaporkan. Jadi tidak menghidupkan spekulan," katanya.
"Saya tahu ada beberapa izin tentang kebebasan, tapi menurut saya kita jangan juga kalah dengan spekulan, saya percaya ada nan bermain ini. Negara kita baik-baik saja kok. Tidak seperti Brasil," katanya melanjutkan.
[Gambas:Video CNBC]
Artikel Selanjutnya
4 Menteri Jadi Saksi di Sidang MK, Rupiah Stagnan di Rp15.890/US$
(rsa/mij)