Jakarta, CNBC Indonesia - Masyarakat Indonesia lazim menggunakan istilah 'jin buang anak' untuk merujuk tempat-tempat sunyi nan tak dihuni manusia. Di Jakarta, misalkan, julukan ini lazim untuk menyebut tempat tak berpenghuni nan biasanya hanya ada perkebunan, seperti kebun karet dan kelapa.
Lantas sejak kapan istilah ini muncul dan kenapa kudu diasosiasikan dengan jin?
Diduga kuat istilah 'tempat hantu buang anak' pertama kali muncul di Jakarta pada 1960-an. Hal ini ramai dipakai para saksi sejarah di beragam literatur untuk merujuk tempat-tempat nan tetap sepi.
Sebut saja seperti pengusaha Ciputra dalam otobiografinya berjudul Ciputra: The Entrepreneuer (2019). Saat menggarap wilayah Pondok Indah, Kemang, Bintaro, Serpong, dan Kalideres, dia menyebut semua wilayah itu dengan 'tempat hantu buang anak'.
Budayawan Betawi, Alwi Shahab dalam Saudagar Baghdad dari Betawi (2004) dan Robinhood Betawi: Kisah Betawi Tempo Doeloe (2002), juga menyebut perihal sama. Dia menyebut Kemang, Kebayoran, dan Kuningan sebagai 'tempat hantu buang anak'.
Penggunaan istilah demikian dipakai untuk merujuk area nan tak dihuni orang, hanya ada perkebunan, dan Sunyi. Kondisi ini jelas berbanding terbalik dengan hiruk-pikuk perkotaan Jakarta, seperti di area Senayan dan Menteng yang tak pernah sunyi sekalipun malam hari.
Atas dasar ini, minimnya orang di area sep...