CNN Indonesia
Selasa, 23 Jul 2024 11:11 WIB
Jakarta, CNN Indonesia --
Lima penduduk negara Indonesia (WNI) diduga menjadi korban penipuan rekrutmen pekerja migran di perkebunan di Inggris.
Dalam laporan eksklusif The Guardian nan rilis pada Minggu (21/7), sejumlah WNI ini disebut telah bayar ribuan pound sterling untuk bisa dikirim bekerja di perusahaan perkebunan di Inggris. Namun, mereka mendadak dirumahkan oleh perusahaan nan merekrut lantaran dianggap "lelet" dalam bekerja.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu penduduk Indonesia nan diwawancarai The Guardian mengatakan dia sampai kudu menjual tanah family hingga sepeda motor orang tuanya untuk bayar biaya lebih dari £2.000 (Rp41 juta) demi bisa bekerja di Inggris pada Mei lalu.
Menurut laporan surat kabar Inggris tersebut, kelima WNI ini baru tiba di Inggris sekitar pertengahan Mei lampau dan dipecat pada 24 Juni. Mereka semua langsung dipulangkan ke Indonesia pada 25 Juni.
Namun, dua dari lima WNI ini dilaporkan kabur ke London dan menolak dipulangkan sesuai jadwal. Mereka sekarang bekerja di rumah pengemasan usai mendapatkan support dari aktivis kesejahteraan pekerja migran di Inggris.
Lembaga Pengawas Eksploitasi Buruh Inggris sekarang tengah menyelidiki dugaan bahwa para pekerja ini merupakan korban penipuan rekrutmen tenaga kerja. Lembaga itu menyebut penyelidikan awal mengungkap bahwa para pekerja kudu bayar biaya tambahan terlarangan hingga £1.100 oleh sebuah organisasi di Indonesia nan menyatakan bisa membawanya ke Inggris lebih cepat.
Biaya itu di luar biaya£1.000 untuk tiket pesawat, pengurusan visa, dan biaya perekrutan berlisensi.
The Guardian telah berbincang kepada empat pekerja nan dipecat dan tiga kasus di antaranya menunjukkan bukti pembayaran biaya ke pihak ketiga (agen penyalur) sebagai tambahan dari biaya di atas.
Pada 2022 lalu, The Guardian juga sukses mengungkap kasus serupa, di mana sekelompok pekerja migran dari Indonesia datang ke Inggris dengan utang hingga £5.000 kepada agen asing ilegal.
Utang itu berasal dari pihak ketiga dan AG, suatu agensi penyalur tenaga kerja di Inggris nan sudah tidak mempunyai lisensi sebagai sponsor pekerja musiman.
Tuduhan atas pembayaran pungutan liar di Indonesia ini pun menimbulkan pertanyaan tentang akibat pemanfaatan dalam skema pekerja musiman nan memungkinkan pekerja dari luar negeri mendapatkan visa enam bulan untuk bekerja di pertanian dan perkebunan Inggris.
Alasan pemecatan
Sebuah perusahaan perkebunan di Hereford, Haygrove, mengatakan telah memberikan surat peringatan kepada lima pekerja itu mengingatkan mereka soal kecepatan dalam memetik buah sebelum pemecatan.
Surat itu diserahkan antara lima hingga enam minggu setelah mereka mulai bekerja. Sehari setelahnya, mereka pun dipesankan tiket penerbangan pulang oleh perekrut mereka.
Para pekerja mengaku mereka ditarget untuk memetik 20 kg buah ceri per jam. Mereka mengaku susah memenuhi sasaran itu lantaran jumlah buah nan semakin sedikit dari hari ke hari.
Direktur pelaksana Haygrove, Beverly Dixon, menyampaikan perkebunan secara konsisten kudu memberikan bayaran para pekerja lantaran keahlian nan jelek dan telah mendukung mereka untuk berupaya meningkatkan kualitasnya.
Ia menyampaikan sasaran ditetapkan berasas standar nan dapat dicapai. Bahkan, menurutnya, kebanyakan pemetik buah lain terkadang bisa mencapai sasaran lebih dari dua kali lipat dalam waktu nan ditentukan.