Liputan6.com, Jakarta - Memantau tinggi badan anak adalah perihal krusial nan dapat dilakukan orangtua dan pembimbing di sekolah dasar (SD).
Hal ini disampaikan Ketua Pengabdian Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (Pengmas FKUI) Prof. Rini Sekartini.
“Pentingnya meningkatkan kesadaran para pembimbing di sekolah tentang pemantauan pertumbuhan, khususnya tinggi badan anak, agar masalah psikososial nan mungkin timbul dapat dideteksi dan diintervensi lebih dini,” ujar Rini mengutip laman UI, Jumat (5/7/2024).
“Diharapkan anak dengan perawakan pendek tetap mempunyai kualitas hidup baik, dapat beraktivitas baik, kreatif, tidak mempunyai masalah emosi, sosial,” tambahnya.
Dokter ahli anak itu menjelaskan, perawakan pendek alias short stature telah menjadi rumor dunia nan signifikan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2021 menunjukkan bahwa 24,4 persen anak Indonesia mengalami tubuh pendek. Kondisi ini didefinisikan sebagai suatu tinggi badan di bawah persentil 3 kurva pertumbuhan sesuai usia dan jenis kelamin.
Anak dengan perawakan pendek menghadapi beragam tantangan saat dewasa, seperti kesulitan mengendarai kendaraan dan kemungkinan kurangnya kesempatan kerja. Stigma taller is better dapat memengaruhi perkembangan psikososial anak perawakan pendek.