Jakarta, CNN Indonesia --
Semenanjung Korea berisiko terancam usai Korea Utara berambisi menambah kekuatan senjata nuklir eksponensial.
Pemimpin Kim Jong Un sebelumnya mengatakan Korut kudu menyiapkan keahlian nuklir dan menggunakan di waktu tertentu, guna menjamin keamanan negara. Dia juga menyerukan penambahan sentrifugal baru untuk memproduksi lebih banyak materi berbobot demi peledak nuklir.
Korut juga sering melakukan uji coba rudal balistik dan rudal nan bisa membawa hulu ledak nuklir dalam beberapa tahun terakhir. Korsel menganggap ini ancaman.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di sisi lain, Jepang, Korea Selatan, dan Amerika Serikat menjalin kerja sama di bagian militer dan kerap melakukan latihan gabungan. Ini menakut-nakuti Korut lantaran dianggap sebagai persiapan invasi.
Ketegangan nan terus terjadi dan ancaman penggunaan nuklir Korut di Semenanjung Korea berpotensi mengganggu perdamaian kawasan. Lalu, apa nan kudu dilakukan ASEAN termasuk Indonesia mencegah ancaman ini?
Duta Besar Korea Selatan untuk ASEAN Lee Jang Keun mengatakan blok Asia Tenggara ini kudu mengirim pesan nan jelas dan kuat.
"Jadi apa nan diharapkan dari ASEAN dan gimana Korea dan ASEAN melakukan kerja sama? Saya kira perihal nan krusial adalah kita kudu melakukan ini: mengirim pesan nan betul ke Korea Utara," kata Lee di Jakarta Pusat, Selasa (10/9).
ASEAN merupakan organisasi nan terdiri negara-negara di Asia Tenggara termasuk Indonesia. Seruan serupa juga sempat disampaikan Presiden Joko Widodo agar blok ini terus mengirim pesan upaya tenteram ke Korut.
Lee menilai ASEAN sekarang punya posisi krusial dalam menangani situasi di Semenanjung Korea dan ancaman nuklir Korut.
Sebagai kekuatan ekonomi urutan ke-30 di dunia, kata dia, bunyi ASEAN patut diperhitungkan.
"Jadi jika ASEAN memperingatkan Korea Utara untuk berhenti, maka Korea Utara bakal menganggapnya serius. Karena bagi Korea Utara, ASEAN tidak bisa meninggalkan mereka," ujar Lee.
Lee juga menyinggung soal konvensi tingkat tinggi (KTT) ASEAN nan bakal digelar pada Oktober mendatang di Laos.
Menurut dia, di KTT nanti, ASEAN kudu mengirim pesan nan tak ambigu. Pesan ambigu di mata Lee adalah penggunaan frasa "semua pihak" kudu menahan diri tanpa menyebut Korea Utara alias Kim Jong Un.
Dalam deklrasi pemimpin ASEAN pada 2023, saat Indonesia memegang presidensi, mereka tak menyinggung negara mana pun.
Dalam deklarasi itu hanya tertera ASEAN mengakui tantangan dunia nan semakin sering terjadi, ketegangan, dan bentrok geopolitik nan meningkat.
ASEAN juga "perlu menegakkan nilai-nilai dan norma-norma berbareng ASEAN, norma internasional, kepercayaan dan kepercayaan bersama, perbincangan dan kerja sama nan inklusif untuk mengatasi tantangan-tantangan nan muncul."
Lebih lanjut, Lee mengatakan ASEAN dan Korea kudu "mengirim pesan nan tepat" untuk Korut bahwa perbincangan merupakan kunci untuk menstabilkan area bukan provokasi.
Korsel selama ini siap berbincang dengan Korut, tetapi Pyongyang menurut Seoul kerap menolak upaya negosiasi itu.
"Jadi sekarang apa nan Anda katakan sangat berbeda. Jadi kami berambisi ASEAN mengatakan kata nan tepat," ujar dia.
ASEAN pernah menyebut Korea Utara saat mencatat soal perkembangan di Semenanjung Korea dalam komunike antar Menteri Luar Negeri ASEAN (AMM) pada Juli 2023.
"Lonjakan baru-baru ini dalam uji coba rudal balistik antarbenua dan peluncuran rudal balistik Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK- nama resmi Korut) dan meningkatnya ketegangan di Semenanjung Korea merupakan perkembangan nan mengkhawatirkan nan menakut-nakuti perdamaian dan stabilitas di area tersebut," demikian salah satu poin komunike itu.
Mereka lampau mendesak "semua pihak terkait" untuk melanjutkan perbincangan tenteram dan terus bekerja mewujudkan perdamaian dan stabilitas.
Menlu ASEAN juga meminta semua pihak mematuhi Resolusi Dewan Keamanan PBB nan relevan dan mencatat upaya internasional mewujudkan denuklirisasi Semenanjung Korea nan lengkap, dapat diverifikasi, dan tidak bisa diubah.
Bersambung ke laman berikutnya...