-
-
Berita
-
Politik
Senin, 9 September 2024 - 08:17 WIB
Jakarta, VIVA - Pengajar norma pemilu Universitas Indonesia Titi Anggraini menilai terdapat perbedaan dalam kejadian calon tunggal pada Pilkada Serentak 2024 dengan pada masa 2015 hingga 2020.
“Jadi, jika calon tunggal 2015 dilakukan untuk memberikan akses pencalonan kepada partai. Pasca-2015, calon tunggal disertai motif untuk menutup akses pencalonan oleh partai dengan memborong semua tiket dari lebih 10 partai, sehingga partai-partai tersisa tidak bisa mengusung calon. Jadi, agak berbeda nih,” kata Titi dalam webinar nan disaksikan dari Jakarta, Minggu, 8 September 2024.
Selain itu, Titi menyebut terdapat karakter unik lain dari calon tunggal pada 2024, meskipun mulanya dia mengatakan bahwa pada 2015 calon tunggal diperbolehkan akibat putusan Mahkamah Konstitusi untuk menyelamatkan kewenangan pilih, sedangkan pada 2024 terjadi praktik memborong tiket partai politik.
(ILUSTRASI) Sidang gugatan Pilkada di MK
“Pada 2024 ditemukan karakter nan lebih unik dibandingkan 2015 sampai 2020 di mana sentralisasi pencalonan dan hegemoni pengurus pusat partai politik melalui rekomendasi dari DPP nan wajib itu me...