Jakarta, CNN Indonesia --
Sekitar 30 jenderal senior Israel mendesak ke pemerintahan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu untuk melakukan gencatan senjata dengan Hamas.
Desakan para jenderal ini mencuat dari penasihat keamanan Israel Eyal Hulata. Dia rutin berkomunikasi dengan pejabat militer senior.
"Militer mendukung penuh kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata," kata penasihat keamanan Eyal Hulata, dikutip New York Times, Selasa (2/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para jenderal nan mendesak gencatan senjata tergabung dalam Forum Staf Umum. Mereka di antaranya kepala staf militer, Letnan Jenderal Herzi Halevi, komandan angkatan darat, angkatan udara dan angkatan laut, dan kepala intelijen militer.
"Mereka percaya bahwa mereka selalu dapat kembali dan melawan Hamas secara militer di masa mendatang," imbuh Hulata.
Sejauh ini tak ada info langkah jenderal menyampaikan secara langsung pandangan mereka ke Netanyahu.
Lebih lanjut, Hulata mengatakan para jenderal meyakini bahwa jarak di Gaza bisa menurunkan eskalasi di Lebanon alias apalagi kesepakatan gencatan senjata dengan Hizbullah.
Para jenderal, kata dia, juga hanya mempunyai sedikit amunisi, suku cadang, hingga daya personel.
"Jadi mereka juga berpikir jarak di Gaza memberi kita lebih banyak waktu untuk bersiap jika perang nan lebih besar betul-betul terjadi dengan Hizbullah," ujar Hulata.
Israel dan Hizbullah saling serang sejak pasukan Zionis meluncurkan agresi ke Gaza. Milisi ini menyatakan tak bakal berakhir menggempur sebelum Israel angkat kaki dari Gaza.
Bulan lalu, Hizbullah juga mendeklarasikan siap perang melawan Israel.
Merespons dorongan para jenderal, pemerintah Netanyahu menegaskan bakal mengakhiri agresi di Gaza jika semua tujuan tercapai.
"Termasuk memusnahkan Hamas dan membebaskan semua sandera kami," demikian respons instansi PM setelah tulisan NYT rilis.
Netanyahu resah gencatan senjata dengan Hamas bisa menghancurkan koalisinya. Beberapa menyatakan bakal keluar dari aliansi jika perang berakhir.
Politikus sayap kanan di kabinet Netanyahu juga memandang gencatan senjata dengan Hamas sebagai simbol bendera putih Israel namalain kalah.
Belakangan ini, kabinet Netanyahu sedang gonjang-ganjing.
Pada pertengahan Juni, Menteri kabinet perang Israel Benny Gantz menjadi sorotan usai mundur dari kabinet.
Para pengamat mencatat tanpa Gantz, pemerintah Israel bakal kehilangan pengaruh dalam negeri lantaran hadapan partai politik
Beberapa hari setelah itu, Netanyahu membubarkan kabinet perang.
Tanda-tanda internal Israel kian bergolak juga tampak saat Netanyahu menuduh Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir membocorkan rahasia negara.
Gonjang-ganjing politik Israel terjadi di tengah agresi mereka di Jalur Gaza sejak Oktober 2023. Imbas operasi ini, lebih dari 37.800 penduduk di Palestina meninggal.
(isa/dna)